Minggu, 11 Juli 2010

GURUKU

KODE ETIK KEGURUAN

(Hasil Kongres PGRI ke XIII )

  1. guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang berpancasila.
  2. guru memiliki kejujuran professional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
  3. guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
  4. guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
  5. guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
  6. guru secara sendiri dan/atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
  7. guru menciptakan dan memelihara hubungan antarsesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.
  8. guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan mutu organisasi guru professional sebagai sarana pengabdiannya.
  9. guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

PACARAN DALAM ISLAM

Pandangan Islam tentang Konsep Berpacaran

Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia yang disusun oleh Desi Anwar, pacar berarti lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih.[1] Dalam hal ini, berpacaran tidak dibenarkan oleh agama, tidak peduli bahwa seks luar nikah merupakan perbuatan terlaknat dan seterusnya.[2]

Terkecuali cinta yang muncul dari sumber yang bersih, akan menjadikan hasil yang bersih pula. Jika cinta tumbuh tidak di atas landasan syari’at, munculnya pun kotoran.[3] Betapa banyak cinta yang menyesatkan, mamabuk-mabukkan, menyeret laki-laki dan wanita menuju kehancuran moralitas dan harga diri mereka sebagai manusia. Tak ada yang tersisa dari kehidupan mereka kecuali kehinaan, cinta telah merubah menjadi petaka yang merusakkan sendi-sendi kehidupan kemanusiaan hingga akhirnya muncullah mereka dari kemuliaan sebagai manusia berderajat kebinatangan yang tak mengenal nilai.[4]

Karena Islam sangat menjunjung tinggi kehormatan laki-laki dan perempuan, Islam lebih mementingkan pencegahan daripada pengobatan. Islam melarang kita mendekati zina agar kita tidak ternoda, pacaran membuat sesuatu yang baik tak bisa menjadi biasa, dan membuat kita lupa bahwa kita sedang dijaga oleh Islam dan Islampun tak ingin kita menjadi sahabat setan. Kita tidak sedang dibelenggu atau dibatasi dengan ketat kebebasan kita karena berbagai aturan.[5]

walaupun sejarah kehidupan manusia dari zaman ke zaman senantiasa dihiasi kisah cinta juga nafsu, sejak dari kisah anak-anak Adam, torehan sejarah manusia pertama telah diwarnai oleh gelora perasaan cinta, yang akhirnya berujung petaka. Serasa tidak ada yang menghalangi munculnya benih cinta pada hati sepasang manusia, meskipun mereka tidak mengenal batas pemenuhannya.[6]

Allah Ta’ala menciptakan manusia pada saat yang sama memberikan perasaan, kecenderungan, dan ketertarikan terhadap keindahan. Rasa kecenderungan dan ketertarikan ini adalah sesuatu yang bersifat fitrah dan alamiah. Allah Ta’ala menggambarkan: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta-harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.” (Ali Imran: 14)[7]

Diantara fitrah manusia adalah memiliki ketertarikan terhadap pasangan jenisnya. Pada saat yang bersamaan, Allah telah memberikan syari’at pernikahan sebagai jalan resmi untuk menyalurkan fitrah ketertarikan terhadap pasangan jenis tersebut. Di sinilah kebesaran dan kasih Allah ditampakkan secara nyata kepada kita, dengan menciptakan manusia secara berpasang-pasangan:

“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan
(Kami) dab sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya. Dan bumi itu Kami hamparkan maka sebaik-baik yang menghamparkan (adalah Kami). Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan pun supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (Adz Dzariyat: 47-49)

3

Akan tetapi sangat disayangkan bahwa banyak manusia mengekspresikan rasa cinta dan ketertarikan terhadap pasangan hidup dengan memenuhi semua keinginan nafsu syahwat mereka. Bermula dari rasa ketertarikan, menguat menjadi cinta ternya berlanjut dan berakhir petaka.[8] Mengapa demikian ? cinta berakhir petaka ! Karena cinta sudah banyak berubah, cinta yang begitu luas dan dalam melebihi luas dan dalamnya samudera, kini tak lebih dari sebuah kotak kecil wilayah kekuasaan cinta yang tak terbatas kini hanya beberapa jengkal dan itupun terpojok di sudut hati menusia. Wilayah kekuasaan cinta telah dijajah nafsu yang dipersenjatai manusia sendiri. Akibatnya cinta menjadi absur, samar, sempit dan penuh keraguan.[9]

Cinta di dunia modern teramat sempit dan tak jarang menjijikkan. Cinta dimaknai seks bahkan hubungan intim. “Bercinta” yang seharusnya berarti saling mengasihi dan menyayangi justru bermakna hubungan intim bahkan zina.[10]

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pandangan Islam dalam berpacaran, maka kita sama-sama menela’ah ayat dari Ibnu Abbas dari Nabi SAW tentang Islam melarang menyendiri antara laki-laki dan perempuan. Beliau bersabda yang artinya:

“Seorang lelaki sekali-kali tidak boleh menyendiri dengan seorang perempuan kecuali disertai muhrim. Kemudian ada lelaki bertanya “ya Rasulullah, istri saya perti berhaji sedang saya sudah bergabung pada suatu peperangan?”. Beliau menjawab, pulang saja lalu berhaji dengan istrimu !”.[11]

Itulah sebabnya, interaksi lalaki dan wanita dalam Islam memiliki aturan khusus. Prof. Abdul Halim Abu Syuqqoh dalam bukunya Tahrirul Mar’ah (kebebasan wanita), beliau menyebutkan: [12]

Larangan berkhalwat, berdua-duaan tanpa disertai mahramnya pada hadits di atas, larangan ini menunjukkan betapa wanita sangat dimuliakan dari segala macam gangguan yag mungkin timbul bila ia berdua saja dengan lelaki yang bukan mahramnya.

Menahan Pandangan Mata.

Tak semua pandangan harus ditahan. Allah tidak memerintahkan untuk menahan pandangan secara total, tetapi memerintahkan sebagian. Pandangan mata diperbolehkan untuk kemaslahatan yang pasti diharamkan jika dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan dan tidak mendatangkan kemaksiatan. [13]

Tetapi bila laki-laki dan perempuan yang sedang jatuh cinta bertemu, mungkinkah mereka mampu menahan dirinya untuk tidak saling memandang? Bukankah segala sesuatu itu bisa bermula dari pandangan?

Pandangan adalah sarana untuk merangsang syahwat dan mestinya sikap berhati-hati layak didahulukan daripada mementingkan pacaran tetapi terjerumus pada akhirnya.

Menurut Ibnu Qoyyim ada 10 kualitas cinta, yaitu:[14]

1. Cinta Al-alaqah ialah cinta karena ada rasa ketergantungan kalbu pada sang kekasih.

2. Cinta Al-sra’dah ialah cinta karena ada tradisi /keinginan kalbu serta menuntut sesuatu pada sang kekasih.

3. Cinta Al-ghababah ialah cinta yang hatinya tercurahkan pada yang dicintai sehingga dirinya tidak mampu mengendalikannya.

4. Cinta Al-gharam yang memiliki arti syiddah al- hutb (sangat cinta). Orang bercinta tidak identik dengan ghairim (orang yang banyak utang).

5. Cinta Al-widad/al-mawaddah ialah kemurnian, ketulusan dan kedalam cinta.

6. Cinta Al-yaghaf ialah cinta t’lah sampai pada ke dalam hati.

7. Cinta Al-isya, ialah cinta yang mengasyikkan atau cinta yang t’lah mencapai puncak.

8. Cinta Al-tatayyum ialah cinta yang disebabkan oleh rasa penghambaan diri.

9. Cinta Al-ta’abbud ialah cinta dimana seseorang (hamba) merasa bahwa ia dimiliki oleh yang dicintai (Allah) sehingga tak tersisa sedikitpun dari dirinya, baik lahir maupun bathin.

10. Cinta Al-khallah ialah cinta dimana ruh telah menyatu sehingga tidak ada ruangan yang kosong bagi yang lain.



[1]Desi Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Amelia,2002), hlm. 321

[2]Muhammad Muhyidin, Remaja Puber di Tengah Arus, (Bandung: Mujahid Press,2009), hlm. 21

[3]Cahyadi Takariawan, Agar Cinta Menghiasi Rumah Tangga Kita, (Solo: ERA INTERMEDIA,2005), hlm. 43

[4]Ibid.

[5]Asri Widiarti, Manajemen Jatuh Cinta, (Jogjakarta: Pustaka Pahima,2008), hlm. 135

[6] Cahyadi, Op. Cit., hlm. 3

[7] Ibid

[8] Ibid., hlm. 4

[9]Abu Al Ghifari, Cinta Produktif, (Bandung: Mujahid Press,2005), hlm. 116

[10]Ibid

[11]Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari, Keistimewaan Akhlak Islami, (Bandung: Pustaka Setia,2006), hlm. 85

[12]Asri Widiarti, Loc. Cit., hlm. 135

[13]Ibid., hlm. 136

[14]Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2006), hlm. 342-345

Tokoh Intelektual Muslim

PENEMU ANGKA NOL ITU BERNAMA MUHAMMAD BIN MUSA AL-KHAWARIZMI

Al-Khwarizmi ialah pengembang ilmu geometrik dengan angka-angka untuk persamaan kuadrat. Dia pula penemu angka nol sehingga setiap orang kini bisa menghitung demikian banyaknya lewat bantuan angka nol atau nihil. Sayang, banyak kaum terpelajar di negara berpenduduk mayoritas Islam tidak mengenalnya. Mereka lebih mengenal Leonardo Fibonacci yang karyanya justru dipengaruhi oleh Al-Khawarizmi.

Al-Khawarizmi merupakan intelektul muslim yang banyak menyumbangkan karyanya dalam bidang matematika, geografi, musik dan sejarah. Dia lahir di Khawarizmi (Khiva), di selatan Amu Darya pada Tahun 780 M, leluhurnya bermigrasi den menetap di Qutrubulli sebuah distrik di bagian barat Baghdad, Irak.

Karya Al-Khawarizmi dalam bidang Matematika dihasilkan melalui karya berjudul Hisab al-Jabar wal Muqabla dan Kitabul Jama-wat-Tafriq. Kedua kitab tersebut banyak menguraikan tentang persamaan linear dan kuadrat.

Sumbangan Al-Khawarizmi dalam ilmu ukur sudut juga luar biasa. Tabel ilmu ukur sudutnya yang berhubungan dengan fungsi sinus dan garis singgung tangen telah membantu para ahli matematika Eropa memahami lebih jauh tentang ilmu ini.

Selain dikenal sebagai matematikawan, Al-Khawarizmi dikenal pula sebagai astronom. Beliau mampu menyusun sebuah buku tentang perhitungan waktu berdasarkan bayang-bayang matahari. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai ahli seni musik.

Dikutip dari buku Ilmuan Muslim Yang Mengubah Dunia. Edi Warsidi. Bandung: CV ARMICO, 2007